Jumat, 08 Maret 2013

Menyingkap Rahasia Ilmu (Laduni)

Rahasia ahli kitab yang mampu memindahkah kursi Ratu Bilkis sebagaimana  di kisahkan Al qur an hingga kini masih merupakan misteri.
Menimbulkan tanda tanya besar dan spekulasi tersendiri bagi  kalangan umat Islam. Apakah ilmu tersebut hanya dongengan saja ?. Ataukah ilmu tersebut masih bertahan hingga kini.
Al qur an pasti tidak mungkin memberitakan , jikalau hanya sekedar sebuah dongengan pengantar tidur saja. Pasti ada rahasia yang sangat besar di balik pengungkapan berita tersebut. Apapun yang diberitakan  Al qur an adalah sebuah kepastian, hukum sunatulloh, yang berlaku dari dahulu, kini, hingga nanti.  Meliputi seluruh peradaban manusia dan alam semesta.  Jadi logikanya ilmu tersebut pasti masih ada dalam kesadaran umat manusia hingga kini.
Namun siapa yang memiliki ilmu tersebut ?. Dan sebenarnya rahasia apa  (hikmah) yang diajarkan Allah kepada orang tersebut. Apakah yang di maksud dengan hikmah   dari kitab-kitab-Nya ?.  Sehingga (ketika) seseorang telah mampu memahami hikmah dari kitab-kitab-Nya, orang tersebut akan memiliki kemampuan luar biasa. Bagaimanakah cara menyingkapkannya.
Banyak sekali kajian yang mencoba mengungkapkannya, dengan segala wahana yang di tawarkan. Kajian ini mencoba memberikan pembanding bagi kajian-kajian lainnya. Memberikan alternatif pemikiran. Bagaimana seharusnya  kita menyikapi berita (kisah) Al qur an tersebut ?.
Mengkaji Ilmu Laduni
Banyak sudah kajian yang membahas perihal Ilmu Laduni ini. Ada sebagian orang yang menghubungkan ilmu ini dengan kekuatan ghaib, karomah, kesaktian dan lain sebagainya. Ada lagi yang percaya bahwa orang yang memiliki ilmu ini akan memiliki kemampuan membuka berita-berita  ghaib. Sehingga orang yang memiliki ilmu ini akan mampu meramalkan kejadian yang bakalan terjadi,  sebagaimana yang di isyaratkan dalam hikayat nabi Khidir. Karenanya, orang kemudian percaya dan meyakini bahwa ilmu ini hanyalah milik para nabi dan para wali saja.
Ilmu Laduni telah di persepsikan, dikontruksikan sedemikian rupa, berkaitan dengan karomah dan lainnya, sehingga jika kemudian ada orang yang mengaku memiliki kemampuan mendekati persepsi ini, maka  orang tersebut akan di puja-puja  bagai orang sakti, sebagaimana  orang yang dianggap setingkat para wali. Begitu terpesonanya manusia melihat kehebatan yang dipertunjukannya. Sehingga mereka lupa bahwa bukan itu hakekat Ilmu Laduni. Kehebatan Ilmu Laduni yang disangkakan akhirnya menjadi tujuan para pemuja ilmu.
Sebuah ironi atas ilmu, jika ada permintaan maka ada penawaran begitulah hukumnya. Ketika orang tergila-gila dengan ilmu tersebut, maka ada sebagian orang lainnya yang melakukan klaim bahwa dirinya telah memiliki ilmu yang dimaksud. Seperti semut bertemu gula, begitulah keadaannya. Pemilik ilmu kemudian dikerumuni, di puja di perlakukan bak raja, titahnya adalah titah sang pendito ratu.
Maka bermuncullah orang-orang yang mengaku aku telah memiliki ilmu Laduni dan bahkan katanya mampu mengajarkan ilmu tersebut. Munculah fenomena  para dukun yang berkolaborasi dengan para jin, mengaku memiliki ilmu Laduni,  biar semakin laris dagangan mereka karena  dianggap wali atau orang  tua sakti.
Ilmu Laduni biasa juga di sebut dengan Ilmu Hikmah adalah Ilmu Hati. Pada awalnya,  Ilmu ini lebih banyak membicarakan perihal penyingkapan hati, teori tentang Dzauk (rahsa) dan Kasyaf. Jika hati  sudah bening maka jiwa diharapkan akan mampu membaca dan menangkap kehendak-kehendak Allah. Bahkan sampai kepada membaca Lauh Mahfudz.
Dalam dimensi inilah kemudian orang sering menyalah gunakan pemahaman atas ilmu ini. Orang-orang yang tergila-gila ilmu ini, mengklaim dirinya telah melihat Lauh Mahfud.  Dia meng klaim telah membaca apa yang tersurat ataupun tersirat, mampu menguraikan hikmah kata perkata bahkan setiap huruf dari Al qur an. Mampu menguraikan hikmah tiap surah dan ayat yang berhubungan dengan kekayaan, kesaktian, kekuatan dan lain-lainnya.
Setiap surah kemudian di urai menjadi obat bagi siapa saja yang sakit dan membutuhkan bantuan. Pendek kata ayat-ayat Al qur an dan setiap hurufnya dijadikan komediti yang dapat di jual belikan sesuai dengan kebutuhan manusianya. Sungguh hal yang menimbulkan bahaya tersendiri bagi bagi orang yang tidak lurus hatinya.
Rosululloh mengingatkan kepada kita agar berhati-hati terhadap orang yang mengaku-aku memiliki Ilmu Hikmah (Laduni). Berkata Aisyah ra bahwa Rosululloh setelah membaca Surah Ali Imron ayat 7;
“Jika kamu melihat orang-orang bermujahadah tentang itu (mencari takwil perihal ayat-ayat mustasyabihat) maka itulah orang-orang yang dimaksud Allah, (orang yang akan menimbulkan fitnah) maka jauhilah mereka” (Riwayat Imam Ahmad). Riwayat ini di kuatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ibn Jarir.
Banyak sekali ayat yang tidak seharusnya di takwilkan, dan memang akan sulit di takwilkan. Sebab banyak dimensinya, salah satunya adalah berada dalam  dimensi rahsa, misal kata cinta, kasih sayang, ikhsan, takwa, syukur, iman, dan lain-lainnya. Kata tersebut hanya akan mampu dipahami jika kita sudah berada dalam keadaan hal yaitu suasananya.
Maka jika seseorang ingin mengetahui bagaimanakah keadaan rahsa cinta kepada Allah misalnya, maka orang tersebut harus memasuki dimensi rahsa. Jika hanya  diuraikan melalui akal dan logika, melalui perbendaharaan kata-kata manusia, maka kita tidak akan mampu mendapatkan keadaan hal (suasana) sebagaimana yang dimaksud oleh kata cinta itu sendiri.
Semisal buah jeruk, kita tidak akan mampu mendapatkan referensi utuh perihal jeruk, jika kita tidak mendapatkan realitas buah itu sendiri.  Jika kita sudah menemukan realitas jeruk maka karenanya, kita pun dengan sendirinya,  menjadi mampu berada dalam suasana, keadaan, kondisi, hal siap menerima makna hakekat jeruk selanjutnya  yang masuk kedalam kesadaran kita, karena kita sudah memiliki referensinya (realitasnya).
Jika kita masuk kedalam realitas dimensi keadaan hal (suasana)  hakekat sebagaimana keadaan jeruk itu sendiri, secara bulat, baik dalam realitasnya maupun dalam dimensi rahsanya, dan oleh karenanya kita kemudian memiliki pengetahuan tentang hal ikhwal perihal buah jeruk tersebut dengan benar dan utuh, sehingga kita mampu menjadi yakin yakinnya, tanpa ada ruang yang menyisakan keraguan sedikitpun  di dalam dada kita, maka oleh sebab karena keyakinan ini,  jikalau ada pembantah meskipun sang pembantah mampu membalikan gunung sekalipun, keyakinannya akan tetap tidak akan tergoyahkan. Dia akan tetap pada pendiriannya bahwa hakekat jeruk yang benar adalah yang sebagaimana realitas dalam kesadarannya itu.
Maka  (ketika) kita berada dalam pengamatan ini, dalam suasana kondisi seperti ini  maka  secara tidak langsung, kita tengah  berada di dalam bagian dari  Ilmu Laduni itu sendiri. Inilah yang ingin saya sampaikan.
Hakekat Ilmu Laduni
Dalam pemahaman saya hakekat Ilmu Laduni sendiri adalah sama saja dengan ilmu-ilmu lainnya. Ilmu yang dipelajari melalui pemahaman empiris. Hakekat Ilmu Laduni  menurut saya, adalah Ilmu yang akan menghantarkan kepada seseorang kepada keyakinanya, ilmu yang mampu menyingkapkan hijab hati atas sesuatu, sehingga nampaklah baginya kebenaran itu.
Kebenaran itu  yang kemudian akan menjelaskan sendiri bagaimana keadaannya. Selanjutnya, jika kebenaran sudah diketahuinya dengan hak maka munculah keyakinan utuh, dimana dalam hatinya tidak menyisakan ruang untuk keraguan sedikitpun. Dengan kata lain Ilmu Laduni adalah Ilmu yang di gunakan untuk menambah keyakinan seseorang dari keyakinannya yang ada sebelumnya. Menambah kuat keimanan dari keimanan yang penuh keraguan. Sebab kebenaran itu sendiri yang akan berkata kepadanya. Sehingga pada saatnya nanti kesadaran orang tersebut akan sampai kepada/di posisi kearifan tertinggi sebagai manusia.
Sesungguhnya Al qur an penuh hikmah. Jika saja  kita mampu menerima dan menetapi  keadaan yang dimaksud suatu ayat. Maka itu adalah hikmah yang sangat banyak. Sebab dengan pemahaman semisal satu ayat  saja, jiwa kita akan mampu tenang. Jiwa akan dengan sendirinya tenang dalam menetapi takdir-takdirnya dalam keyakinannya.
Ketenangan yang tidak di buat-buat. Sebab dirinya diliputi suatu keyakinan bahwa Allah tidaklah menghendaki kesukaran bagi dirinya. Bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih dan maha Penyayang. Inilah keyakinan sejati.  Karena dia sudah pernah merahsakannya, keadaan dalam keyakinan itu. Disinilah ranah Ilmu Laduni, wilayah rahsa (dzauq), penyingkapan daya (kasyaf), menetapi posisi kedudukan dan keadaan  jiwa atas hal didalam hikmah atas makna setiap surah.
Saya akan sedikit mengulasnya dengan salah satu contoh dan keadaannya sebagai berikut, misalnya keadaan pada surat Al baqoroh ; 185, diinformasikan kepada kita. Firman Allah :  “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. “  Sekilas kita membaca ayat tersebut sebagai informasi biasa saja, namun jika kita masuki lebih dalam, ayat tersebut seperti bicara kepada kita. Anehnya, meskipun kita mencoba memasuki lebih dalam lagi keadaan seperti yang dimaksud ayat tersebut kita tidak akan mampu menemukan keadaan posisi jiwa disitu yang pas dengan pemahaman ayat tersebut.
Timbullahkeraguan pada diri kita, seperti apa keadaannya ?. Kemudahan seperti apa yang dimaksudkan. Bukankah kehidupan kita, hanyalah  mendapati kesukaran demi kesukaran, kesulitan demi kesulitan,  hidup tak berbatas tepi, merana terus menerus sepanjang waktu ?. Begitulah kita akan selalu saja mempertanyakan keadaan diri kita. Berikutnya alih-alih kita mengakui kebenaran ayat tersebut. Malahan selanjutnya kita pun akan menganggap remeh, bahkan mengabaikan saja ayat ini. Kita malas sekali berfikir akan kebenarannya.  “Masa bodoh ah..gak ngerti lupakan saja ..!” Begitulah kita.
Keadaan jiwa akan meliar, bertanya dan memberontak kepada siapa saja dalam dirinya, kepada apa saja. Jiwa akan terus mendebat; “Jika Allah mengehendaki kemudahan bagi saya kenapa hidup saya susah begini, kenapa saya tidak kaya, kenapa saya tidak cantik, kenapa saya tidak dilahirkan dari konglomerat, apa yang di mudahkan Allah atas saya, kenapa bla..bla..dan seterusnya dan seterusnya.” Jiwa tidak akan pernah berhenti menghujat.
Begitulah keadaan jika jiwa tidak memiliki referensi apapun atas yang kita ucapkan. Dalam kasus ini, jiwa akan terus bertanya tentang takdirnya. Kemudahan apa yang diberikan Allah atas takdirnya. Muncullah prasangka kepada Tuhan. “Jika Allah tidak menghendaki kesukaran pada dirinya, mengapa kehidupannya kok sukar begini.” Jiwa tidak mengerti, tidak pernah mau mengerti, apa maunya Allah.  Sungguh karena hakekatnya jiwa belum mengetahui keadaan hal kebenaran atas firman Allah tersebut.
Sebagaimana  yang dialami kaum Yahudi ratusan abad lalu, dahulunya mereka seringkali membuang atau menghilangkan ayat-ayat yang tak dimengertinya, yaitu ayat yang dianggap mereka  tidak pas  dengan akal mereka.  Sesungguhnya dikarenakan mereka tidak paham dan  tidak pernah mendapatkan posisi dan keadaan  yang pas saja, disebabkan karena terhijab akalnya mereka  itu.
Hijab telah menutup diri mereka  untuk mengetahui hakekat dan  keadaan hal-nya sebagaimana yang dimaksudkan surah atau ayat dalam firman Allah. Mereka penuh prasangka, karenanya mereka membuang sebagian ayatnya atau mengganti dengan buatan mereka sendiri. Maka kemudian kita dengar ceritanya bahwa  kaum Yahudi banyak yang merubah isi dan kandungan kitab-kitab mereka. Itulah sebab jika manusia hanya menggunakan akalnya saja, pasti mereka  tidak akan mampu menerima keadaan hal  yang dimaksudkan oleh firman Allah. Maka  karena kesombongannya itu, secara begitu saja mereka kemudian mengikari (dalam hati mereka)  dan mendustakan  firman-firman Allah tersebut.
Memang tidak gampang memaknai keadaan yang dimaksud ayat tersebut, dan mengambil ikhwal kebenarannya, namun jangan sampai  karena  kita tidak mampu memaknai ayat tersebut, dengan seenaknya kemudian kita  menganggap ayat tersebut salah. Atau mengabaikan keberadaan adanya firman Allah tersebut. Kita harus ber hati hati dengan ini.
Kondisi seperti ini sebetulnya terjadi kepada siapa saja. Ketika keadaan jiwa belum siap maka jiwa tidak akan mampu menerima keadaan hal dan kebenaran ayat tersebut. Itulah keadaan diri setiap manusia. Walau bisa saja secara logika kita menerima kebenaran atas  ayat al qur an. Sebab dikarenakan pengaruh kesadaran kolektif atas diri kita, yaitu keimanan yang diturunkan orang tua kita.
Namun  keadaan jiwa nyatanya tidak bisa dipaksa untuk begitu saja mengakui hal ini. Jika jiwa tidak memiliki referensi atas rahsa dan keadaan tersebut maka  jiwa akan tetap dalam posisi pengingkaran. Jiwa tidak mampu mengenali, keadaan seperti  apa yang dimaksudkan sehingga terjadilah keraguan yang tersembunyi dalam hatinya.  Keraguan dalam hati inilah yang sering menimbulkan penyakit maka manusia tidak bisa khusuk. Keraguan ini harus di singkapkan, di buka lapis demi lapis. Sampai hati menjadi bening dan mampu menerima keadaan hal dan kebenaran firman Allah yang dimaksudkan tersebut.
Mari kita eksplorasi lagi, bagaima posisi keadaan jiwa saat kita mengucapkan “Sesungguhnya sholatku, ibadahku,  hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. “ Bayangkanlah bagaimana keadaan jiwa yang semestinya, bagaimana rahsanya, mampukah kita dalam posisi benar-benar dalam keadaan sebagaimana yang dimaksud oleh ucapan kita itu ?.
Ilmu Laduni akan menyingkapkannya untuk kita, bagaimana rahsa dan keadaan itu. Sehingga kita akan mampu menetapi keadaan tersebut dengan sebenar-benarnya, dengan se yakin yakinnya. Keyakinan yang utuh.  Kalau berkeinginan melakukan eksplorasi berikutnya, cobalah dengan lafadz lainnya; “ Subhanalloh, Alhamdulillah, Allahu Akbar, Lai Ila ha illlah, Lau haula wala kuwata ila billah, Ina lillahi wa ina ilaihi rojiun.” Cobalah bagaimana posisi jiwa dalam keadaan hal tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar