Menyingkap Rahasia Ilmu (Laduni)
Rahasia
ahli kitab yang mampu memindahkah kursi Ratu Bilkis sebagaimana di
kisahkan Al qur an hingga kini masih merupakan misteri.
Menimbulkan
tanda tanya besar dan spekulasi tersendiri bagi kalangan umat Islam.
Apakah ilmu tersebut hanya dongengan saja ?. Ataukah ilmu tersebut masih
bertahan hingga kini.
Al qur an pasti tidak mungkin
memberitakan , jikalau hanya sekedar sebuah dongengan pengantar tidur
saja. Pasti ada rahasia yang sangat besar di balik pengungkapan berita
tersebut. Apapun yang diberitakan Al qur an adalah sebuah kepastian,
hukum sunatulloh, yang berlaku dari dahulu, kini, hingga nanti.
Meliputi seluruh peradaban manusia dan alam semesta. Jadi logikanya
ilmu tersebut pasti masih ada dalam kesadaran umat manusia hingga kini.
Namun
siapa yang memiliki ilmu tersebut ?. Dan sebenarnya rahasia apa
(hikmah) yang diajarkan Allah kepada orang tersebut. Apakah yang di
maksud dengan hikmah dari kitab-kitab-Nya ?. Sehingga (ketika)
seseorang telah mampu memahami hikmah dari kitab-kitab-Nya, orang
tersebut akan memiliki kemampuan luar biasa. Bagaimanakah cara
menyingkapkannya.
Banyak sekali kajian yang mencoba mengungkapkannya, dengan segala wahana
yang di tawarkan. Kajian ini mencoba memberikan pembanding bagi
kajian-kajian lainnya. Memberikan alternatif pemikiran. Bagaimana
seharusnya kita menyikapi berita (kisah) Al qur an tersebut ?.
Mengkaji Ilmu Laduni
Banyak
sudah kajian yang membahas perihal Ilmu Laduni ini. Ada sebagian orang
yang menghubungkan ilmu ini dengan kekuatan ghaib, karomah, kesaktian
dan lain sebagainya. Ada lagi yang percaya bahwa orang yang memiliki
ilmu ini akan memiliki kemampuan membuka berita-berita ghaib. Sehingga
orang yang memiliki ilmu ini akan mampu meramalkan kejadian yang bakalan
terjadi, sebagaimana yang di isyaratkan dalam hikayat nabi Khidir.
Karenanya, orang kemudian percaya dan meyakini bahwa ilmu ini hanyalah
milik para nabi dan para wali saja.
Ilmu
Laduni telah di persepsikan, dikontruksikan sedemikian rupa, berkaitan
dengan karomah dan lainnya, sehingga jika kemudian ada orang yang
mengaku memiliki kemampuan mendekati persepsi ini, maka orang tersebut
akan di puja-puja bagai orang sakti, sebagaimana orang yang dianggap
setingkat para wali. Begitu terpesonanya manusia melihat kehebatan yang
dipertunjukannya. Sehingga mereka lupa bahwa bukan itu hakekat Ilmu
Laduni. Kehebatan Ilmu Laduni yang disangkakan akhirnya menjadi tujuan
para pemuja ilmu.
Sebuah ironi atas ilmu, jika ada permintaan maka ada penawaran
begitulah hukumnya. Ketika orang tergila-gila dengan ilmu tersebut, maka
ada sebagian orang lainnya yang melakukan klaim bahwa dirinya telah
memiliki ilmu yang dimaksud. Seperti semut bertemu gula, begitulah
keadaannya. Pemilik ilmu kemudian dikerumuni, di puja di perlakukan bak
raja, titahnya adalah titah sang pendito ratu.
Maka
bermuncullah orang-orang yang mengaku aku telah memiliki ilmu Laduni
dan bahkan katanya mampu mengajarkan ilmu tersebut. Munculah fenomena
para dukun yang berkolaborasi dengan para jin, mengaku memiliki ilmu
Laduni, biar semakin laris dagangan mereka karena dianggap wali atau
orang tua sakti.
Ilmu
Laduni biasa juga di sebut dengan Ilmu Hikmah adalah Ilmu Hati. Pada
awalnya, Ilmu ini lebih banyak membicarakan perihal penyingkapan hati,
teori tentang Dzauk (rahsa) dan Kasyaf. Jika hati sudah bening maka
jiwa diharapkan akan mampu membaca dan menangkap kehendak-kehendak
Allah. Bahkan sampai kepada membaca Lauh Mahfudz.
Dalam
dimensi inilah kemudian orang sering menyalah gunakan pemahaman atas
ilmu ini. Orang-orang yang tergila-gila ilmu ini, mengklaim dirinya
telah melihat Lauh Mahfud. Dia meng klaim telah membaca apa yang
tersurat ataupun tersirat, mampu menguraikan hikmah kata perkata bahkan
setiap huruf dari Al qur an. Mampu menguraikan hikmah tiap surah dan
ayat yang berhubungan dengan kekayaan, kesaktian, kekuatan dan
lain-lainnya.
Setiap
surah kemudian di urai menjadi obat bagi siapa saja yang sakit dan
membutuhkan bantuan. Pendek kata ayat-ayat Al qur an dan setiap hurufnya
dijadikan komediti yang dapat di jual belikan sesuai dengan kebutuhan
manusianya. Sungguh hal yang menimbulkan bahaya tersendiri bagi bagi
orang yang tidak lurus hatinya.
Rosululloh
mengingatkan kepada kita agar berhati-hati terhadap orang yang
mengaku-aku memiliki Ilmu Hikmah (Laduni). Berkata Aisyah ra bahwa
Rosululloh setelah membaca Surah Ali Imron ayat 7;
“Jika
kamu melihat orang-orang bermujahadah tentang itu (mencari takwil
perihal ayat-ayat mustasyabihat) maka itulah orang-orang yang dimaksud
Allah, (orang yang akan menimbulkan fitnah) maka jauhilah mereka” (Riwayat Imam Ahmad). Riwayat ini di kuatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ibn Jarir.
Banyak
sekali ayat yang tidak seharusnya di takwilkan, dan memang akan sulit
di takwilkan. Sebab banyak dimensinya, salah satunya adalah berada
dalam dimensi rahsa, misal kata cinta, kasih sayang, ikhsan, takwa,
syukur, iman, dan lain-lainnya. Kata tersebut hanya akan mampu dipahami
jika kita sudah berada dalam keadaan hal yaitu suasananya.
Maka
jika seseorang ingin mengetahui bagaimanakah keadaan rahsa cinta kepada
Allah misalnya, maka orang tersebut harus memasuki dimensi rahsa. Jika
hanya diuraikan melalui akal dan logika, melalui perbendaharaan
kata-kata manusia, maka kita tidak akan mampu mendapatkan keadaan hal
(suasana) sebagaimana yang dimaksud oleh kata cinta itu sendiri.
Semisal
buah jeruk, kita tidak akan mampu mendapatkan referensi utuh perihal
jeruk, jika kita tidak mendapatkan realitas buah itu sendiri. Jika kita
sudah menemukan realitas jeruk maka karenanya, kita pun dengan
sendirinya, menjadi mampu berada dalam suasana, keadaan, kondisi, hal
siap menerima makna hakekat jeruk selanjutnya yang masuk kedalam
kesadaran kita, karena kita sudah memiliki referensinya (realitasnya).
Jika
kita masuk kedalam realitas dimensi keadaan hal (suasana) hakekat
sebagaimana keadaan jeruk itu sendiri, secara bulat, baik dalam
realitasnya maupun dalam dimensi rahsanya, dan oleh karenanya kita
kemudian memiliki pengetahuan tentang hal ikhwal perihal buah jeruk
tersebut dengan benar dan utuh, sehingga kita mampu menjadi yakin yakinnya, tanpa ada ruang yang menyisakan keraguan sedikitpun di dalam dada kita, maka oleh sebab karena keyakinan ini,
jikalau ada pembantah meskipun sang pembantah mampu membalikan gunung
sekalipun, keyakinannya akan tetap tidak akan tergoyahkan. Dia akan
tetap pada pendiriannya bahwa hakekat jeruk yang benar adalah yang sebagaimana realitas dalam kesadarannya itu.
Maka (ketika) kita berada dalam pengamatan ini, dalam suasana kondisi
seperti ini maka secara tidak langsung, kita tengah berada di dalam
bagian dari Ilmu Laduni itu sendiri. Inilah yang ingin saya sampaikan.
Hakekat Ilmu Laduni
Dalam
pemahaman saya hakekat Ilmu Laduni sendiri adalah sama saja dengan
ilmu-ilmu lainnya. Ilmu yang dipelajari melalui pemahaman empiris.
Hakekat Ilmu Laduni menurut saya, adalah Ilmu yang akan menghantarkan
kepada seseorang kepada keyakinanya, ilmu yang mampu menyingkapkan hijab
hati atas sesuatu, sehingga nampaklah baginya kebenaran itu.
Kebenaran
itu yang kemudian akan menjelaskan sendiri bagaimana keadaannya.
Selanjutnya, jika kebenaran sudah diketahuinya dengan hak maka munculah
keyakinan utuh, dimana dalam hatinya tidak menyisakan ruang untuk
keraguan sedikitpun. Dengan kata lain Ilmu Laduni adalah Ilmu yang di
gunakan untuk menambah keyakinan seseorang dari keyakinannya yang ada
sebelumnya. Menambah kuat keimanan dari keimanan yang penuh keraguan.
Sebab kebenaran itu sendiri yang akan berkata kepadanya. Sehingga pada
saatnya nanti kesadaran orang tersebut akan sampai kepada/di posisi
kearifan tertinggi sebagai manusia.
Sesungguhnya
Al qur an penuh hikmah. Jika saja kita mampu menerima dan menetapi
keadaan yang dimaksud suatu ayat. Maka itu adalah hikmah yang sangat
banyak. Sebab dengan pemahaman semisal satu ayat saja, jiwa kita akan
mampu tenang. Jiwa akan dengan sendirinya tenang dalam menetapi
takdir-takdirnya dalam keyakinannya.
Ketenangan
yang tidak di buat-buat. Sebab dirinya diliputi suatu keyakinan bahwa
Allah tidaklah menghendaki kesukaran bagi dirinya. Bahwa Allah adalah
Dzat Yang Maha Pengasih dan maha Penyayang. Inilah keyakinan sejati.
Karena dia sudah pernah merahsakannya, keadaan dalam keyakinan itu.
Disinilah ranah Ilmu Laduni, wilayah rahsa (dzauq), penyingkapan daya (kasyaf), menetapi posisi kedudukan dan keadaan jiwa atas hal didalam hikmah atas makna setiap surah.
Saya
akan sedikit mengulasnya dengan salah satu contoh dan keadaannya
sebagai berikut, misalnya keadaan pada surat Al baqoroh ; 185,
diinformasikan kepada kita. Firman Allah : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. “ Sekilas
kita membaca ayat tersebut sebagai informasi biasa saja, namun jika
kita masuki lebih dalam, ayat tersebut seperti bicara kepada kita.
Anehnya, meskipun kita mencoba memasuki lebih dalam lagi keadaan seperti
yang dimaksud ayat tersebut kita tidak akan mampu menemukan keadaan
posisi jiwa disitu yang pas dengan pemahaman ayat tersebut.
Timbullahkeraguan pada diri kita, seperti apa keadaannya ?. Kemudahan
seperti apa yang dimaksudkan. Bukankah kehidupan kita, hanyalah
mendapati kesukaran demi kesukaran, kesulitan demi kesulitan, hidup
tak berbatas tepi, merana terus menerus sepanjang waktu ?. Begitulah
kita akan selalu saja mempertanyakan keadaan diri kita. Berikutnya
alih-alih kita mengakui kebenaran ayat tersebut. Malahan selanjutnya
kita pun akan menganggap remeh, bahkan mengabaikan saja ayat ini. Kita
malas sekali berfikir akan kebenarannya. “Masa bodoh ah..gak ngerti lupakan saja ..!” Begitulah kita.
Keadaan jiwa akan meliar, bertanya dan memberontak kepada siapa saja dalam dirinya, kepada apa saja. Jiwa akan terus mendebat; “Jika
Allah mengehendaki kemudahan bagi saya kenapa hidup saya susah begini,
kenapa saya tidak kaya, kenapa saya tidak cantik, kenapa saya tidak
dilahirkan dari konglomerat, apa yang di mudahkan Allah atas saya,
kenapa bla..bla..dan seterusnya dan seterusnya.” Jiwa tidak akan pernah berhenti menghujat.
Begitulah
keadaan jika jiwa tidak memiliki referensi apapun atas yang kita
ucapkan. Dalam kasus ini, jiwa akan terus bertanya tentang takdirnya.
Kemudahan apa yang diberikan Allah atas takdirnya. Muncullah prasangka
kepada Tuhan. “Jika Allah tidak menghendaki kesukaran pada dirinya, mengapa kehidupannya kok sukar begini.”
Jiwa tidak mengerti, tidak pernah mau mengerti, apa maunya Allah.
Sungguh karena hakekatnya jiwa belum mengetahui keadaan hal kebenaran
atas firman Allah tersebut.
Sebagaimana
yang dialami kaum Yahudi ratusan abad lalu, dahulunya mereka seringkali
membuang atau menghilangkan ayat-ayat yang tak dimengertinya, yaitu
ayat yang dianggap mereka tidak pas dengan akal mereka. Sesungguhnya
dikarenakan mereka tidak paham dan tidak pernah mendapatkan posisi dan
keadaan yang pas saja, disebabkan karena terhijab akalnya mereka itu.
Hijab
telah menutup diri mereka untuk mengetahui hakekat dan keadaan
hal-nya sebagaimana yang dimaksudkan surah atau ayat dalam firman Allah.
Mereka penuh prasangka, karenanya mereka membuang sebagian ayatnya atau
mengganti dengan buatan mereka sendiri. Maka kemudian kita dengar
ceritanya bahwa kaum Yahudi banyak yang merubah isi dan kandungan
kitab-kitab mereka. Itulah sebab jika manusia hanya menggunakan akalnya
saja, pasti mereka tidak akan mampu menerima keadaan hal yang
dimaksudkan oleh firman Allah. Maka karena kesombongannya itu, secara
begitu saja mereka kemudian mengikari (dalam hati mereka) dan
mendustakan firman-firman Allah tersebut.
Memang
tidak gampang memaknai keadaan yang dimaksud ayat tersebut, dan
mengambil ikhwal kebenarannya, namun jangan sampai karena kita tidak
mampu memaknai ayat tersebut, dengan seenaknya kemudian kita menganggap
ayat tersebut salah. Atau mengabaikan keberadaan adanya firman Allah
tersebut. Kita harus ber hati hati dengan ini.
Kondisi
seperti ini sebetulnya terjadi kepada siapa saja. Ketika keadaan jiwa
belum siap maka jiwa tidak akan mampu menerima keadaan hal dan kebenaran
ayat tersebut. Itulah keadaan diri setiap manusia. Walau bisa saja
secara logika kita menerima kebenaran atas ayat al qur an. Sebab
dikarenakan pengaruh kesadaran kolektif atas diri kita, yaitu keimanan
yang diturunkan orang tua kita.
Namun
keadaan jiwa nyatanya tidak bisa dipaksa untuk begitu saja mengakui hal
ini. Jika jiwa tidak memiliki referensi atas rahsa dan keadaan tersebut
maka jiwa akan tetap dalam posisi pengingkaran. Jiwa tidak mampu
mengenali, keadaan seperti apa yang dimaksudkan sehingga terjadilah
keraguan yang tersembunyi dalam hatinya. Keraguan dalam hati inilah
yang sering menimbulkan penyakit maka manusia tidak bisa khusuk.
Keraguan ini harus di singkapkan, di buka lapis demi lapis. Sampai hati
menjadi bening dan mampu menerima keadaan hal dan kebenaran firman Allah
yang dimaksudkan tersebut.
Mari kita eksplorasi lagi, bagaima posisi keadaan jiwa saat kita mengucapkan “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. “ Bayangkanlah
bagaimana keadaan jiwa yang semestinya, bagaimana rahsanya, mampukah
kita dalam posisi benar-benar dalam keadaan sebagaimana yang dimaksud
oleh ucapan kita itu ?.
Ilmu Laduni akan menyingkapkannya untuk kita, bagaimana rahsa dan
keadaan itu. Sehingga kita akan mampu menetapi keadaan tersebut dengan
sebenar-benarnya, dengan se yakin yakinnya. Keyakinan yang utuh. Kalau
berkeinginan melakukan eksplorasi berikutnya, cobalah dengan lafadz
lainnya; “ Subhanalloh, Alhamdulillah, Allahu Akbar,
Lai Ila ha illlah, Lau haula wala kuwata ila billah, Ina lillahi wa ina
ilaihi rojiun.” Cobalah bagaimana posisi jiwa dalam keadaan hal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar